Langsung ke konten utama







Al-Zamahksyari Tafsir al-Kasysyaf
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Membahas Kitab Tafsir
Dosen pembimbing
Jauhar Azizy. MA


Di susun oleh
Mas’udi    (1113034000173)



Description: E:\ \BlackBerry\pictures\72391_386396528111949_1178042877_n.jpg

PRODI TAFSIR HADIST
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015





 
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

 Upaya untuk menghasilkan pemahaman dan penjelasan terhadap al-Quran dengan menggunakan metode tertentu atau yang dikenal dengan tafsir merupakan sesuatu yang selalu terbuka untuk dikembangkan karena ilmu tafsir sendiri termasuk rumpun ilmu yang belum matang. Fakta historis juga menunjukkan bahwa tafsir selalu berkembang seiring dengan derap langkah perkembangan peradaban dan budaya manusia.

Adapun produk-produk penafsiran al-Quran dari generasi ke generasi memiliki corak dan karakteristik  yang berbeda, hal ini disebabkan adanya perbedaan situasi sosio-historis dimana seorang mufassir hidup. Disamping cakupan makna yang dikandung al-Quran yang luas,  perbedaan dan corak penafsiran itu juga disebabkan oleh perbedaan keahlian yang dimiliki oleh mufassir sehingga munculnya berbagai corak penafsiran al-Quran seperti corak teologi, sufi, fiqhi dll.

Munculnya berbagai corak adalah  bentuk khazanah kekayaan peradaban islam. Selain itu, akan mempermudah seseoarang dalam memahami al-Quran  karena diantara manfaat yang dapat diambil dari beragam corak dan metode tafsir adalah penyerdahanaan objek kajian. Jadi, penafsirannya seorang teolog sangat mungkin didominasi  oleh pemikiran dan konsep-konsep teologis.

Perbedaan persepsi tentang orang melakukan dosa besar merupakan penyebab utama munculnya mazhab mu’tazilah dan asy’ariyyah. Pada perkembangannya, perbedaan mendasar antara mu’tazilah dengan asy’ariyyah terletak pada persoaalan akal, apakah ia lebih dahulu dari pada syariat ataukan akal mengikuti ketetapan syariat.




                   II.                POKOK PEMBAHASAN
     A.    Biografi Az-Zamakhsyari
    Ø  Az-Zamakhsyari
    Ø  Intelektualitas dan Karyanya
    Ø  Madzhab dan Akidahnya
      B.     Kitab Tafsir Al-Kasysyaf
      C.     Model Tafsirnya
      D.    Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari
    Ø  QS. Al-Baqarah Ayat 115
    Ø  QS. Al-Baqarah Ayat 23
    Ø  QS. Al-Qiyamah Ayat 22-23
      E.     Penilaian Ulama Terhadap Tafsir Al-Kasysyaf




















BAB II
PEMBAHASAN
A.Biografi al-Zamakhsyari Dan Corak Teologi
Sebagaimana tertulis dalam tafsir al-Kasysyaf, nama lengkap al-Zamakhsyari ialah Abd al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn ‘Umar al-Zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad ibn ‘Umar ibn Muhammad al-Khawarizmi al-Zamakhsyari. Beliau lahir di Zamakhsyar, sebuah kota kecil di Khawarizmi pada hari rabu 27 Rajab 467 H. Atau 18 Maret 1075 M. Beliau berasal dari keluarga miskin, tetapi alim dan ta’at beragama.[1]
           Ia mulai belajar di negeri sendiri, kemudian melanjutkan ke Bukhara, dan belajar sastra kepada syaikh Mansur Abi Mudar. Kemudian pergi ke Mekah dan menetap cukup lama sehingga memperoleh julukan Jarullah (Tetangga Allah). Dan di sana pula ia menulis tafsirannya, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa Uyanil Aqawil fi Wujuhit Ta’wil.[2]
          Al-Zamakhsyari dikenal sebagai yang berambisi memperoleh kedudukan di pemerintahan. Setelah merasa tidak berhasil dan kecewa melihat orang-orang yang dari segi ilmu dan akhlaq lebih rendah dari dirinya diberi jabatan-jabatan yang tinggi oleh penguasa, sementara ia sendiri tidak mendapatkannya walaupun telah dipromosikan oleh guru yang sangat dihormatinya, Abu Mudar. Setidaknya ada dua kemungkinan mengapa al-Zamakhsyari selalu gagal dalam mewujudkan keinginannya duduk di pemerintahan. Kemungkinan pertama: kerena ia bukan saja dari ahli bahasa dan sastra Arab saja, tetapi juga seorang tokoh Mu’tazilah yang sangat demonstratif dalam menyebar-luaskan fahamnya, dan ini membawa dampak kurang disenangi oleh beberapa kalangan yang tidak berafiliasi pada Mu’tazilah. Kedua: Mungkin juga karena kurang didukung kondisi jasmaninya, beliau memiliki cacat fisik, yaitu kehilangan satu kakinya.
         Al-Zamakhsyari membujang seumur hidup. Sebagian besar waktunya diabadikan untuk ilmu dan menyebarluaskan faham yang dianutnya, seperti sering dilakukan kalangan Mu’tazilah pendahuluannya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila penulis biografinya mencatat kurang lebih 50 buah karya tulisannya yang mencaku berbagai bidang. Sebagian karya al-Zamakhsyari ada yang masih dalam bentuk manuskrip. Beliau wafat di jurnaniyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H.[3]
         Al Zamakhsyari adalah orang-orang alim teristimewa dalam masalah nahwu, bahasa, sastra dan tafsir. Ra’yinya dalam bahasa Arab diakui oleh ahli-ahli bahasa. Zamakhsyari menganut kepercayaan muktazilah, bermadzhab hanafi. Dialah yang mengarang kitab al-Kasysyaf menyokong akidah dan madzhabnya. Di dalam tafsirnya itu jelas terlihat bahwa Zamkhsyari itu berhasil melunturkan kepintarannya, kecerdikannya dan kemahirannya itu sendiri karena padanya ada tanda-tanda yang dapat dilihat dari jauh bahwa dia telah menghimpunkan ayat-ayat untuk membantu muktazilah dan menolak lawan-lawannya.[4]
         Tapi dari pihak bahasa dia telah menyingkapkan tabir keindahan al-Qur’an dan balaghahnya yang menarik bila ditinjau dari sudut ilmu balaghah, ilmu al-Bayan, sastra, nahwu dan tasrif. Kitabnya ini menjadi tempat pengambilan oleh orang dalam bahasa. Di dalam pendahuluan kitabnya itu dia menyebutkan bahwa ada orang yang menadi penghalang bagi tafsirnya karena orang ini tidak menyelami dengan mendalam. Dia adalah orang yang unggul dalam dua macam ilmu khusus al-Qur’an. Yaitu ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Dia tidak tergesa-gesa dalam mengemukakan kedua ilmu ini.[5]
      a.     Intelektualitas dan Karyanya
Az-Zamakhsyari termasuk salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’ani dan bayan. Bagi orang yang membaca kitab-kitab ilmu nahwu dan balaghah, tentu sering menemukan keterangan-keterangan yang dikutip dari kitab Az-Zamakhsyari sebagai hujjah. Misalnya “menurut Az-Zamakhsyari dalam Al-Kasysyaf, atau “dalam Asas Al-Balaghah…” Ia adalah orang yang memiliki pendapat dan argumentasi sendiri dalam banyak masalah bahasa Arab, bukan tipe orang yang suka mengikuti pendapat orang lain yang hanya menghimpun dan mengutip saja, tetapi mempunyai pendapat orisinil yang jejaknya dan diikuti orang lain. Ia mempunyai banyak karya dalam bidang hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma’ani dan lain-lain. Di antara karyanya:
 a.       Al-Kasysyaf (tentang tafsir)
                 b.      Al-Fa’iq (tentang tafsir hadits)
                 c.       Al-Minhaj (tentang ushul)
                 d.      Al-Musfashshal (tentang ilmu nahwu)
                e.       Asas Al-Balaghah (tentang bahasa)
                f.       Ru’us Al-Masa’il Al-Fiqhiyah (tentang fikih)[6]
       b.       Madzhab dan Akidahnya
Az-Zamakhsyari bermadzhab fikih Hanafi dan penganut teologi Mu’tazilah. Ia mentakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan madzhab dan teologinya dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli. Ia menyebut kaum Mu’tazilah sebagai “saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.” [7]
  1. Bidang tafsir: al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil terdiri dari 4 jilid.
  2. Bidang Hadis: al-Fa’iq fi Garib al-Hadis.
  3. Bidang Fiqih: al-Ra’id fi al-Faraid.
  4. Bidang Ilmu Bumi: al-Jibal wa al-Amkinah.
  5. Bidang Akhlaq: Mutasyabih Asma al-Ruwat, al-Kalim al-Nabawig fi al-Mawa’iz al-Nasa’ib al-Kibar al-Nasa’ib al-Sigar, Maqamat fi al-Mawa’iz, Kitab fi Manaqib al-Imam Abi Hanifah.
  6. Bidang sastra: Diwan Rasa’il, Diwan al-Tamsil, Tasliyat al-Darir.
  7. Bidang ilmu Nahwu: al-Namuzaj fi al-Nahw, Syarh al-Kitab Sibawaih, Syarh al-Mufassal fi al-Nahw.
  8. Bidang Bahasa: Asas al-Balaghah, Jawahir al-Lughah, al-Ajnas, Muqadimah al-Adab fi al-Lughah.
B.     Kitab Tafsir Al-Kasysyaf [8]
Adalah Az-Zamakhsyari seorang ulama jenius yang sangat mumpuni dalam bidang gramatika bahasa Arab (ilmu nahwu), sastra dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu nahwu diakui dan menjadi rujukan penting para pakar bahasa, karena dianggapnya kritis dan orisinil.
Dalam teologi, dia penganut paham Mu’tazilah. Dalam bidang fikih bermadzhab Hanafi. Untuk mendukung “Mu’tazilaisme”-nya, ia menyusun kitab tafsirnya yang besar itu. Di samping itu kitab tersebut sebagai bukti akan kecerdasan, dan kepakarannya. Dalam pembelaannya terhadap madzhab itu, Ia mampu mengungkap isyarat-isyarat ayat secara dalam dan jauh. Hal itu dilakukan dalam rangka menghadapi lawan-lawan polemiknya. Tetapi dalam aspek kebahasaan ia berjasa menyingkap keindahan Al-Qur’an dan daya tarik balaghahnya. Yang demikian karena ia mempunyai pengetahuan luas tentang ilmu balaghah, ilmu bayan, sastra, nahwu dan tashrif. Seba itulah Az-Zamakhsyari menjadi rujukan kebahasaan yang kaya. Di dalam mukaddimah tafsirnya, Ia mengindikasikan hal tersebut. Menurutnya orang yang menaruh perhatian terhadap tafsir dan tidak akan dapat menyelami hakikatnya sedikitpun kecuali jika ia telah menguasai betul dua ilmu khusus Al-Qur’an; ilmu ma’ani dan ilmu bayan yang didorong oleh cita-cita luhur demi memahami kelembutan hujjah Allah, serta mu’jizat Rasul-Nya. Di samping itu semua, ia sudah memiliki bekal cukup dalam disiplin ilmu-ilmu yang lain dan mampu melakukan dua hal; penelitian dan pemeliharaan, banyak menelaah, sering berlatih, lama merujuk dan akhirnya menjadi rujukan. Namun demikian ia tetap memiliki prilaku sederhana dan kreativitas yang mandiri.
Menurut Ibnu Khaldun, Tafsir Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari tersebut, dalam hal bahasa, I’rab dan balaghahnya, termasuk di antara kitab tafsir paling baik. Hanya saja penulisannya termasuk pengikut fanatic aliran Mu’tazilah. Karena itu ia selalu memberikan argumentasi-argumentasi yang dapat membela madzhabnya yang menyimpang setiap kali menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dari segi balaghahnya. Cara demikian bagi para peneliti Ahlusunnah dipandang sebagai penyimpangan. Sedang menurut jumhur merupakan manipulasi terhadap rahasia dan kedudukan Al-Qur’an. Namun secara obyektif, mereka tetap mengakui kepakarannya dalam hal bahasa dan balagahahnya. Tetapi jika orang yang membacanya tetap berpijak pada madzhab Sunni dan menguasai hujjah-hujjahnya, tentu ia akan selamat dari perangkap-perangkapnya. Bagaimanapun kitab tersebut perlu dibaca mengingat keindahan dan keunikan seni bahasa yang disajikannya.
C.  Latar Belakang Penulisan[9]
      Al-Zamakhsyari menulis kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil bermula dari permintaan suatu kelompok yang menamakan dirial-Fi’ah al-Najiyah al-‘Adiyah. Kelompok yang dimaksud yakni kelompok muktazilah.
            Berdasar desakan pengikut-pengikut Muktazilah di Makkah dan atas dorongan al-Hasan Ali ibn Hamzah ibn Wahhas, serta kesadaran dirinya sendiri, akhirnya al-Zamakhsyari berhasil menyelesaikan penulisan tafsirnya dalam waktu kurang lebih 30 bulan. Penulisan tafsir tersebut dimulai ketika ia berada di Makkah pada tahun 526 H dan selesai pada hari Senin 23 Rabiul Akhir 528 H.
           Penafsiran al-Zamakhsyari mendapat sambutan hangat di berbagai negeri. Dalam perjalanan kedua ke mekkah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karyanya itu. Bahakan pemimpin pemerintahan mekkah, Ibn Wahhas, bermaksud mengunjunginya ke khawarizm untuk mendapatkan karya tersebut, semua itu menggugah semangat al-Zamakhsyari untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas.
            Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat tapi jelas, sehingga para Ulama’ Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para Ulama’ Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak I’tizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yag ada sekarang ini.[10]
          Pada tahun 1968 M, tafsir al-Kasysyafdicetak ulang pada percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi, Mesir dalam empat jilid. Jilid pertama diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri surat al-Maidah. Jilid kedua dari surat al-An’am sampai surat al-Anbiya’. Jilid ketiga dari surat al-Hajj sampai surat al-Hujurat. Jilid keempat dari surat Qaf sampai al-Nas.
  1. Sumber Penulisan[11]
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh al-Zamakhsyari dalam menulis tafsir al-Kasysyaf meliputi berbagai bidang ilmu, antara lain:
  1. Sumber Tafsir
1)      Tafsir Mujahid (w. 104 H)
2)      Tafsir Amr ibn ‘As ibn ‘Ubaid al-Mu’tazili (w. 144 H)
3)      Tafsir Abu Bakr al-Mu’tazili (w. 235 H)
4)      Tafsir al-Zajjaz (w. 311 H)
5)      Tafsir al-Rumani (w. 382 H)
6)      Tafsir Ali ibn Abi Thalib dan Ja’far al-Sadiq
7)      Tafsir kelompok Jabariyah dan Khawarij
  1. Sumber Hadis
       Dalam menafsirkan al-Qur’an, al-Zamakhsyari mengambil dari berbagai macam hadis, tetapi yang disebutkan secara jelas hanya Sahih Muslim. Ia biasanya menggunakan istilah fi al-Hadis.
  1. Sumber Qira’at
Adapun sumber Qira’at yang diambil, antara lain:
1)      Mushaf Abdullah ibn Mas’ud
2)      Mushaf Haris ibn Suwaid
3)      Mushaf Ubay ibn Ka’ab
4)      Mushaf ilama Hijaz dan Syam
  1. Sumber Bahasa dan Tata Bahasa
        Bahasa atau tata bahasa adalah sumber yang paling banyak dipergunakan oleh al-Zamakhsyari dalam menafsirkan al-Qur’an, untuk lebih banyak mengungkapkan kemukjizatan al-Qur’an. Adapun sumber-sumber yang diambil, antara lain:
1)      Kitab al-Nahwi, karya Sibawaihi (w. 146 H)
2)      Islah al-Mantiq karya Ibn al-Sikait (w. 244 H)
3)      Al-Kamil karya al-Mubarrad (w. 285 H)
4)      Al-Mutammim karya Abdullah Ibn Dusturiyah (w. 347 H)
5)      Al-Hujjah karya Abi Ali al-Farisi (w. 377 H)
6)      Al-Halabiyyat karya Abi Ali al-Farisi (w. 377 H)
7)      Al-Tamam karya Ibn al-Jinni (w. 392 H)
8)      Al-Muhtasib karya Ibn al-Jinni (w. 392 H)
9)      Al-Tibyan karya Abi al-Fath al-Hamdani
  1. Sumber Sastra
Di antara kitab-kitab sastra yang menjadi rujukan adalah:
1)      Al-Hayaran karya al-Jahiz
2)      Hamasah karya Abi Tamam
3)      Istaghfir dan Istaghfiri karya Abu al-‘Abd al-Mu’arri
       D. Corak Penafsiran
Tafsir al-Kasyaf, karya Az-Zamakhsyari ini merupakan sebuah kitab tafsir paling masyhur di antara sekian banyak tafsir yang ditulis dengan metodologi tafsir bi al-ra’yi, dan bahasa. Al-Alusi , Abu As-Su’ud, An-Nasafi dan para mufassir lain banyak menukil dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya.

Mu’tazilaisme dalam tafsirnya telah diungkap dan diteliti oleh Allamah Ahmad An-Nayyir. Lalu dituangkan dalam bukunya, Al-Intishaf. Dalam kitab itu An-Nayyir menyerang Az-Zamakhsyari dengan mendiskusikan pemikiran Mu’tazilah yang dikemukakannya. Ia mengemukakan pandangan berlawanan dengannya sebagaimana ia pun mendiskusikan pula masalah-masalah kebahasaan yang ada dalam Al-Kasysyaf. Mustafa Husain Ahmad melalui Al-Maktabah At-Tijariah Mesir, telah menerbitkan tafsir Az-Zamakhsyari ini pada cetakan yang terbaru, dengan bebearapa empat buah buku sebagai lampiran:
1.      Al-Intishaf oleh An-Nayyir;
2.      Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf, oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani;
3.      Hasyiah tafsir Al-Kasysyaf, oleh Syaikh Muhammad Ulyan Al-Marzuq;.      Masyahid Al-Inshaf ala Syawahid Al-Kasysyaf, oleh Al-Marzuqi. Kitab terakhir ini menunjukkan bahwa tafsir Al-Kasysyaf, banyak mengandung faham Mu’tazilah yang diungkapkan secara tersirat.[12] 
E.Contoh Penafsiran dalam Tafsir al-Kasysyaf[13]
          Contoh bentuk penafsiran bi al-ra’yi dengan metode tahlili dalam tafsir al-Kasysyaf dapat dilihat pada penafsiran QS. Al-Baqarah ayat 115
وَلِلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجْهُ ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. [14]
            وَلِلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُmenurut al-Zamakhsyari maksudnya adalah Timur dan Barat dan seluruh penjuru bumi, semuanya kepunyaan Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟maksudnya ke arah manapun manusia menghadap Allah hendaknya menghadap qiblat sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 144 yang berbunyi:
فَوَلِّوَجْهَكَشَطْرَٱلْمَسْجِدِٱلْحَرَامِوَحَيْثُمَاكُنتُمْفَوَلُّوا۟وُجُوهَكُمْشَطْرَهُ
“Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu”
            فَثَمَّ وَجْهُ ٱللَّهِmenurut al-Zamakhsyari maksudnya di tempat (Masjidil Haram) itu ada Allah yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk menghadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat tersebut adalah apabila seorang muslim akan melakukan shalat dengan menghadap Masjidil Haram dan Baitul Maqdis, akan tetapi ia ragu akan arah yang tepat untuk menghadapke arah tersebut, maka Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk menghadap ke arah manapun dalam shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu.
Latar belakang turunnya ayat ini menurut Ibnu Umar berkenaan dengan shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke arah mana kendaraannya menghadap. Tetapi mennurut ’Ata ayat ini turun ketika tidak diketahui arah qiblat shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah berbeda-beda. Setelah pagi hari ternyata mereka slah menghadap kiblat kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi (lalu turunlah ayat ini). Kemudian ada yang berpendapat bahwa kebolehan berdoa menghadap arah mana saja, bukan dalam shalat.
            Dari contoh penafsiran di atas tampak bahwa al-Zamakhsyari memulai penafsirannya dengan mengemukakan pemikirannya secara rasional lalu dikuatkan dengan ayat lain yang berkaitan dan setelah itu mengemukakan riwayat atau pendapat ulama. Jadi al-Zamakhsyari di samping menggunakan akalnya juga menggunakan riwayat naql sebagai penguat atas penafsirannya.
F.Penilaian Ulama’ Terhadap Tafsir al-Kasysyaf
            Di kalangan para ulama, tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal karena kepiawaian al-Zamakhsyari dalam mengungkap kemukjizatan al-Qur’an, terutama mengenai keindahan balaghahnya. Mereka bahkan mengatakan bahwa tafsir inilah yang pertama kali menyingkap kemukjizatan al-Qur’an secara sempurna. Di samping kelebihan tafsir al-Kasysyaf juga memiliki kelemahan dan kekurangan. Berikut beberapa penilaian terhadap tafsir al-Kasysyaf.
  1. Imam Busykual
Tafsir al-Zamakhsyari lebih ringkas dan lebih mendalam. Zamakhsyari sering menggunakan kata-kata yang sukar dan banyak menggunakan syair, sehingga mempersulit pembaca untuk memahaminya, dan sering menyerang madzhab lain. Hal ini karena ia berusaha membela madzhabnya, madzhab muktazilah.
  1. Haidar al-Harawi
Tafsir al-Kasysyaf  merupakan tafsir yang sangat tinggi nilainya. Tafsir-tafsir sesudahnya, menurut Haidar tiada satupun yang enendingi baik dalam keindahan maupun kedalamannya. Namun tafsir al-Kasysyaf juga memiliki kekurangan antara lain:
  1. Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikirkan secara mendalam dan menafsirkan ayat dengan panjang lebar, seakan-akan untuk menutupi kelemahannya, serta penuh dengan pemikiran muktazilah.
  2. Kurang menghormati ulama lainnya, sehingga al-Razi ketika menafsirkan surat al-Maidah: 54 menunjukkannya kepada al-Zamakhsyari karena al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama yang dicintai Allah SWT.
  3. Terlalu banyak menghadirkan syair-syair dan peribahasa yang penuh dengan kejenakaan, yang jauh dari tuntunan syariat.
  4. Sering menyebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dengan sebutan yang tidak sopan bahkan kadang-kadang mengkafirkan.
  5. Ibnu Khaldun
          Ibnu Khaldun mengatakan bahwa di antara tafsir yang paling baik dan paling mampu mengungkapkan makna al-Qur’an dengan pendekatan bahasa dan balaghah adalah tafsir al-Kasyysaf. Hanya saja penyusunnya bermadzhab muktazilah. Dengan balaghah beliau membela madzhabnya dalam menafsirkan al-Qur’an.
         Menurut Ibnu Khaldun, kitab al-Kasysyaf karangan Zamakhsyari ini disamping hadis hendaklah menjadi kitab pegangan bagi orang-orang yang akan menyusun tafsir dalam mendalami bahasa, i’rab dan balaghah. Untuk meningkatkan ilmu yang dipergunakan dalam menafsirkan al-Qur’an. Orang yang menulis kitab al-Kasysyaf ini adalah seorang ahli bahasa yang terpandai di Irak. Selain dari itu yang menyusun kitab ini berbau Muktazilah dalam segi akidah. Inilah yang dijadikan hujah bagi madzhabnya yang telah rusak itu. Karena dia menerangkan ayat-ayat al-Qur’an itu dengan cara-cara balaghah. Dengan demikian maka dengan diam-diam dia telah menyimpang dari madzhabnya yang kini telah memasuki ahli sunah.[15]
  1. Mustafa al-Sawi al-Juwaini
Beliau berpendapat bahwa al-Zamakhsyari merupakan ulama muktazilah yang sangat fanatik dalam membela paham Muktazilah, sehingga penafsirannya sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Muktazilah.
  1. Ignaz Goldziher
Dalam bukunya Mazahib Tafsir al-Islami, Goldziher mengatakan bahwa tafsir al-Kasysyaf sangat baik, hanya saja pembelaanya terhadap Muktazilah sangat berlebihan.
  1. Muhammad Husain al-Zahabi
Al-Zahabi berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf adalah kitab yang paling lengkap dalam menyingkap balaghah al-Qur’an.
          Dari beberapa penjelasan terhadap tafsir al-Kasysyaf di atas kiranya dapat dipilah menjadi tiga kelompok yaitu:
  1. kelompok pertama berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf adalah kitab tafsir yang sangat baik karena berhasil menyingkap rahasia kemukjizatan al-Qur’an dengan pendekatan lughawi, terutama aspek balaghah. Tafsir ini layak dijadikan sebagai rujukan bagi para mufasir. Kelompok ini hanya melihat dari sisi keberhasilandalam menyingkap kemukjizatan al-Qur’an, tidak melihat adanya pemaksaan makna sebagian lafadz al-Qur’an pada kelompok muktazilah.
  2. Kelompok kedua berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf tidak layak dijadikan rujukan karena penyusunnya sangat fanatik dalam membela muktazilah sehingga ayat-ayat yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muktazilah dibelokkan maknanya agar sesuai dengan dokrin muktazilah. Penyusunnya juga sering melontarkan serangan terhadap ulama lain yang tidak sepaham dengan kata-kata yang tidak sopan.
  3. Kelompok ketiga berpendapat bahwa dalam beberapa bagian tafsir al-Kasysyaf sangat baik untuk dijadikan rujukan, yaitu dalam pengungkapan kemukjizatan al-Qur’an. Tetapi dalam bagian lainnya yaitu dalam penyimpangan makna al-Qur’an, harus ditinggalkan. Kelompok ketiga ini paling moderat dan bisa dipedomani dalam membaca tafsir al-Kasysyaf, sehingga dapat memetik manfaat.
                                                  











                                                                 BAB III
                                                               Kesimpulan
Dari pembahsan diatas maka dapat diambil beberapa poin penting sebagai berikut;
          1.  Hal yang paling mendasar munculnya tafsir corak teologis ini disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, adanya persentuhan Islam dengan filsafat Yunani. Kedua, masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pemahaman dalam penafsiran.
          2. Adapaun tokoh dalam penafsiran dengan corak  teologi adalah Zamakhsyari dengan kitabnya al-Kasysyaf ( paham mu’tazilah) dan Fakhruddin ar-Razi dengan kitabnya Mafatihul Ghaib  (paham asy’ariyyah / ahlu sunnah wal jamaah)
3. Ketika menafsirkan al-Quran kedua kitab tafsir diatas sama-sama menggunakan ra’yu (akal) dengan karakteristik yang berbeda. Asy’ariyyah adalah antitesis dari mu’tazilah. Jadi ketika mengungkapkan kandungan isi al-Quran al-Razi mengemukakan konsep kausalitas-nya (hubungan sebab-akibat) yakni disebabkan oleh pihak lain, ketimbang  Zamakhsyari yang  mengatakan bahwa akibat yang diterima oleh manusia disebabkan oleh manusia itu sendiri.














                                                            Daftar Pustaka
Qathan, Mana’ul. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2.terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)
Yusuf, Muhammad, dkk. Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)
Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh    Ainur Rafiq El-Mazni dari “Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an,” Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cetakan VIII, 2013.
Mahmud bin Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari, Abu Al-Qasim, Al-Kasysyaf an Haqa’iq Ghawamidh At-Tanzil wa Uyun Aqawil fi Wujuh At-Tanzil, Jilid I, Beirut: Darul Fikr,  Cetakan I, 1977.
Mahmud bin Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari, Abu Al-Qasim, Al-Kasysyaf an Haqa’iq Ghawamidh At-Tanzil wa Uyun Aqawil fi Wujuh At-Tanzil, Jilid I, Beirut: Darul Fikr,  Cetakan I, 1977.
Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk. dari “Madzahib al-Tafsir al-Islami,” Yogyakarta: eLSAQ Press, Cetakan I, 2003.
Mohammad Nabil Lazuardi dalam sebuah makalah berjudul “Tafsir Al-Kasysyaf” di  http://romziana.blogspot.com/2012/10/tafsir-al-kasysyaf.html, diakses pada hari Sabtu, 08 Maret 2014. 
Software Al-Qur’an al-Hadi




[1] Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan teks yang bisu. Teras, Yogyakarta, 2004, hal 43-44.
[2] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Ainur Rafiq El-Mazni dari “Mabahits Fii ‘Ulum al-Qur’an,” (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2013), Cetakan VIII, h. 481.

[3] Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan teks yang bisu. Teras, Yogyakarta, 2004, hal 45-46
[4][4] Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2,terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)hlm. 209-210
[5] Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2,terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)hlm. 209-210
[6] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Ainur Rafiq El-Mazni dari “Mabahits Fii ‘Ulum al-Qur’an,” (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2013), Cetakan VIII, h. 481.
[7] Ibd. h. 459-460.
[8] Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 47

[9] Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 48-49
[10] Yusuf Muhammad. Studi Kitab Tafsir Menyuarakan teks yang bisu. Teras, Yogyakarta, 2004, hal 48-49
[11] Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 49-51

[12] Ibid. h. 482.
[13] Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir: Munyuarakan Teks yang Bisu (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2004)hlm. 53
[14] Software Al-Qur’an al-Hadi
[15] Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2,terj. Halimuddin (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995)hlm. 209-210

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Kenangan cinta Masa lalu

Puisi Masudibayz- Kenangan cinta masa lalu                            Puisi kenangan cinta masa lalu Kenangan Cinta Massa lalu   Cinta sempat kutitipkan hatiku bersama bayangmu Dimusim bunga pagi yang mudah terhenyut dengan sapaan embun Dimana masa hanya menyisakan tiga tahun Untuk memancarkan   cahaya cinta Cahaya yang membuka mata batinku Sekedar bercumbu dipijakan risalahmu   Kucoba dalam demensi waktu itu memutar makna kehidupan Kupahami celahmu dengan citra batin putih haluan nafasku Disaat itu aku mulai belajar mengeja cinta dalam namamu Merintis harapan meneguhkan keyakinan Bahwa kau adalah kekasihku   Harapan masih kusikapi akan ada jawaban    Bait-bait cinta tertulis Tersimpan disetiap sudut alam semesta ini Dedaunan, ...

Puisi "Sampai Pada Akhirnya Berpisah" Masudi Bayz

“Sampai pada akhirnya berpisah” Awalnya aku datang hanya sebatas pertemuan biasa Menebarkan puing kasih cinta juga senyum sederhana Diam-diam waktu hadir begitu saja dengan sangat istimewa Detik waktu terus berputar Berjalan membisikkan hari agar tak pudar Senyum, canda, tawapun kau hadirkan bersama keihlasan penuh ketulusan Memberikan hiasan bak madu yang terus bergelora dikala lebah mulai kehausan Di saat itu aku mulai mengukir                                                         Perjalanan kehidupan Berbagi kisah dengan seuntaian kebahagiaan Memberikan risalah baru akan keabadian Walau aku tahu.... Kesegaran bunga dipagi hari akan layu Serpihan semilir akan membisu hijaun...

Puisi Negeriku Menangis

Puisi Negeriku menangis; Oleh masudibayz              "Negeriku Menangis" Aku tak bisa lagi melihat nasionalis, Aku tak bisa lagi melihat patriotis, dan Aku tak bisa lagi melihat humanis... Bila mana 45 kau gengam dengan tragis pancasila kau langkahi bersama  bayang-bayang kelabu bersipu amis darah dan tulang belulang kau soroti  sebagai paradigma apatis hanya duri sepekulasi, eksploitasi kau bumbui  bersama tradaisi keji bak manis. tiada bisa kurangkai kata-kata mereka kata, yang disebut indoneisa. sekali ku cari amanahnya  mengapa kutemui bencananya. Ini negeri beneran atau negeri bohongan? Bagaimana kau menyruhku untuk     memamhami negeri ini Sedang kau tak memahami negerimu sendiri Kau suruh aku tawakal dan bertasbih Namun kau bermain akal tiada kenal letih.. Siang malam ku dekap K...